Writed by: Sweta Kartika (link)
Original title: Kelas Inspirasi

Ide itu seperti parasit. Bisa jadi sangat simpel, kecil, dan sederhana. Tapi jika ditanam pada ‘ladang’ yang tepat, maka ia akan menjangkit dan berkembang, berevolusi menjadi sebuah gagasan rumit, dan berakhir menjadi sebuah perubahan besar. Bukan masalah ide-nya, tapi seberapa berkualitas ‘ladang’nya. Ladang itu adalah imajinasi kita. Pupuk dari imajinasi adalah experience.

Ladang imajinasi terbaik untuk sebuah simple idea ada di kepala anak-anak.
Perkawinan ide dan imajinasi itu kemudian bermetamorfosis menjadi sebuah partikel baru yang dinamakan:

I n s p i r a s i


Pada suatu hari, saya dikabari oleh salah seorang teman yang pernah mengikuti Program Indonesia Mengajar namanya Nene. Dia meminta saya untuk mengikuti sebuah program baru dibawah asuhan Indonesia Mengajar, bernama Kelas Inspirasi. Mendengar kata ‘inspirasi’ itu, saya segera tertarik. Rupanya program ini sedikit berbeda dengan Indonesia Mengajar, yang telah mengirimkan tenaga muda pengajar ke pulau-pulau terpencil di Indonesia. Kelas Inspirasi merupakan sebuah program yang membuka kesempatan bagi para professional yang bekerja di berbagai bidang untuk bisa meluangkan waktunya dalam satu hari guna membagi ilmu dari bidang keprofesiannya kepada anak-anak SD yang ada di Jakarta. Sebagai langkah awal, dibukalah Kelas Inspirasi angkatan pertama yang diikuti oleh 200 professional dari berbagai bidang.
Ada yang pilot, geologist, peneliti, neurologist, wartawan, lighting desiner, bahkan ada pula CEO sebuah Bank Swasta. Keragaman profesi dari orang-orang yang dikumpulkan di sebuah aula besar pada tanggal 14 April itu menandai titik awal dari sebuah pergerakan di dalam dunia pendidikan.

Acara Pembukaan Kelas Inspirasi dibuka oleh Pak Anies Baswedan. Saya boleh berkata, bahwa semua ucapan beliau melalui pidatonya itu bisa dibukukan. Karena semua kata yang terucap itu Penting dan Inspiratif. Beliau pernah bercerita tentang masa lalunya sewaktu kuliah di UGM. Beliau bertemu dengan seorang Ustadz sekaligus dosen sekaligus ahli di bidang Kelistrikan. Dari pertemuan dengan Ustadz Super (*yang saya lupa namanya), Pak Anies mendengar cerita bagaimana Sang Ustadz bisa menjadi seorang ahli insinyur kelistrikan. Ternyata, pada masa kanak-kanaknya, beliau pernah mendatangi sebuah peresmian Bendungan yang dibuka oleh Pidato sederhana dari Bung Hatta. Dalam pidato sederhana itu, Bung Hatta berkata:

“….di masa mendatang, Indonesia akan membutuhkan lebih banyak lagi bendungan-bendungan seperti ini. Dan dari bendungan ini, diperlukan insinyur-insinyur kelistrikan yang akan menyalakan lampu-lampu di seluruh Indonesia. Jika listrik bisa lancar sampai ke pelosok-pelosok, maka pembangunan di Indonesia akan lebih maju dan berkembang….”Pidato Bung Hatta yang relatif datar itu kemudian merasuk ke dalam kepala orang-orang yang hadir di acara peresmian bendungan itu. Tak terkecuali di kepala beliau, pak Ustadz Ahli Kelistrikan. Sebuah perkataan singkat yang datar, namun telah menginspirasi seorang anak kecil untuk belajar denga gigih hingga akhirnya ia berhasil mencapai cita-citanya.

Mendengar cerita itu, saya sebagai komikus mencoba mengkorelasikan fakta tersebut ke dalam komik 20th Century Boys karya Naoki Urasawa. Di dalam komik tersebut, sekelompok anak-anak kecil Jepang merencanakan sebuah penghancuran dunia dalam kitab ramalan yang mereka tulis berdasarkan imajinasi. Beberapa puluh tahun kemudian, salah seorang dari kumpulan anak-anak itu mewujudkan imajinasi tersebut. Dan dengan menyembunyikan identitasnya dalam topeng “Sahabat”, ia mencoba menguasai dunia.
Bayangkan, sebuah imajinasi di masa kecil akhirnya sanggup mengubah dunia menuju artificial apocalypse yang mengerikan.

Saya kembali diingatkan oleh sebuah pepatah sederhana dari Mahatma Gandhi yang berbunyi:
“Jika ingin menciptakan perubahan, mulailah dari anak-anak.”






Sebelum menjadi dokter spesialis bedah saluran pencernaan nomor satu di Jepang, Dr. Shigeo Haruyama adalah seorang anak kecil yang ditanamkan untuk hidup sehat secara alami oleh keluarga kakeknya yang ahli akupunktur.  Setiap hari di masa kecil, ia terbiasa menyaksikan keluarganya meracik obat herbal dan menyaksikan puluhan pasien datang ke rumahnya dalam keadaan sakit dan terkadang sudah dalam keparahan tingkat lanjut. Kejadian di masa kecil itu telah menyihir pandangannya tentang masa depan dunia kedokteran Jepang. Sebuah kejadian kecil di masa silam telah menginspirasinya untuk menjadi seorang ahli bedah seperti saat ini.

Ide itu seperti parasit. Kata-kata ini saya dapatkan di film Inception besutan sutradara favorit saya, Christoper Nolan. Kalimat itu saya imani sebagai bentuk apresiasi terhadap keluarbiasaan kinerja otak manusia yang merupakan ‘ladang’ tersubur untuk bangkitnya sebuah gagasan maut dari sebuah ide sederhana. Inception sendiri bermakna ‘menyusupkan’. Bagaimana sebuah ide di-susup-kan ke dalam otak, untuk kemudian dibiarkan berkembang dengan subur, dipupuk oleh peristiwa dan semangat-semangat dari luar, sehingga terciptalah sebuah partikel baru yang dinamakan Inspirasi.
Saya percaya, begitulah kinerja otak kita. Jika sebuah ide ditanamkan ke dalam ‘otak’ melalui visual,audio,maupun perkawinan keduanya, maka ia akan berevolusi secara perlahan maupun cepat, dan bermetamorfosis menjadi sebuah gagasan besar jika dipupuk dengan sokongan ilmu pengetahuan terkait, sehingga akan melahirkan sebuah tindakan konkret yang membawa perubahan besar. Itulah inspirasi.

Ada empat tingkatan seseorang dalam mengembangbiakkan sebuah ide dengan ilmu:

1. Tahu
Tahap pertama dari sebuah pembelajaran adalah ‘tahu’. Dengan mengetahui, maka seseorang akan bijaksana dalam memilih. Mencari tahu adalah tahap paling dasar dimana seseorang mengetahui mana benar mana salah, mana hitam mana putih.

2. Memberitahu
Satu langkah lebih maju dari sekedar tahu adalah Memberitahu. Disinilah tahap awal dari sisi sosial, yaitu ketika kita dituntut untuk ikhlas memberitahukan pengetahuan kita kepada orang lain. Dengan kita memberitahu, maka terjadilah proses pemindahan ilmu dari kepala kia ke kepala orang lain.

3. Mengajari
Tahap mengajari artinya kita tidak hanya sekedar memberitahukan, melainkan juga mengajari caranya. Dengan  kita mengajari sebuah ilmu pengetahuan, berarti kita telah mentransfer kepandaian kita sembari kita melakukan sebuah gerakan bersosialisasi dengan lingkungan. Mengajari artinya mendeliver ilmu dan pengetahuan. Namun, yang paling puncak diantara semua adalah…

4. Menginspirasi
Cukuplah dengan kita berkarya sepenuh hati, lalu kita sebarluaskan karya kita, maka orang-orang yang menyaksikannya segera terinspirasi. Mereka, orang-orang besar yang berkarya dengan hati untuk hidupnya dan sesamanya selalu berhasil menginspirasi dunia dan menciptakan sebuah perubahan besar-besaran menuju peradaban yang lebih baik. Nabi, Filosof, Ilmuwan, Dokter, Sastrawan, dan ribuan orang-orang hebat adalah sosok-sosok inspirator yang tidak hanya sekedar tahu, atau memberitahu, maupun mengajari. Tapi menginspirasi. Setiap tindakannya, gagasannya, karyanya adalah benih inspirasi bagi orang-orang di seluruh dunia, yang akan terus berkembang sekalipun mereka telah tiada.

Inspirasi adalah sebuah partikel maut yang sanggup bermetamorfosis menjadi sebuah perubahan besar.
Inspirasi adalah sebuah titik kecil diantara badai debu realita dan pengetahuan bias.
Inspirasi adalah bom yang siap meledak secara merata, karena telah menyusup secara halus ke dalam ‘lahan-lahan’ yang kondusif untuk berkembang biak.


Sweta Kartika
{ Komikus }



----
"Bahaya itu bukan ketika kau menggantungkan cita-cita terlalu tinggi sehingga sulit kau gapai. Bahaya itu justru ketika kau menggantungkan cita-cita terlalu rendah, sehingga bisa kau gapai dengan mudah." --Ibu Lily Herliawati