Original title: Materi Esensial
Ada berbagai cara untuk menguji durability (ketangguhan)
sebuah karya, salah satunya adalah dengan membandingkan dengan karya
lain. Sebuah karya dianggap unggul ketika dilihat dari tampilan luar
‘cover’nya saja sudah mengundang ketertarikan untuk melihat. Setelah itu
pelihat dipaksa secara halus untuk menelaah karya itu lebih dalam lagi,
dan lagi, dan lagi, hingga lahirlah sebuah keterikatan dengan karya.
Dan pada akhirnya, usai ‘mengakhiri’ sesi bercumbu dengan sebuah karya,
akan lahir sebuah kesan di benak pelihat. Kesan yang menimbulkan sensasi
tentang esensi dari sebuah karya, yang menggugah nalar dan keyakinan si
pelihat untuk kemudian memberanikan ia berkata:”Karya ini luar biasa.”
Dalam setiap karya, apapun bentuknya, pasti memiliki jenjang dan
kasta. Di setiap karya yang luar biasa, rasa kagum si pelihat sudah
terbangun sejak tiga detik pertama ia menikmati karya tersebut. Tidak
semua karya bisa bicara seperti itu. Karya yang saya maksud disini tentu
masih berbatas pada karya visual. Produknya bisa macam-macam, seperti
game, ilustrasi, video, film, ataupun komik. Mengapa sebuah karya visual
pada akhirnya bisa menyihir pelihatnya hanya dari segi visual?
Jawabannya akan kita temukan pada pembahasan selanjutnya.
Saya terkagum ketika mendengar penjelasan dari seorang teman Kelas
Inspirasi bernama Yudi, seorang Engineer Pertambangan. Saat ini dia
sedang bertugas di somewhere pedalaman hutan Borneo. Yudi bercerita
tentang lapisan Batu Bara. Batubara adalah sebuah material batu yang
bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar karena terdapat kandungan Kalori di
dalamnya. Batubara batuan merupakan batuan sedimen yang dapat terbakar,
terbentuk dari endapan organik yang unsur utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Tumbuhan penyusun
batubara antara lain berasal dari kelas Alga, Silofita, Pteridofita, Gimnospermae, dan Aingiospermae (Diessel, 1981). Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O).
Secara garis besar, pengklasifikasian batubara dapat dibagi menjadi
tiga kelas, dibagi berdasarkan uruta kedalaman posisinya di dalam perut
bumi:
1. Lignit
Adalah batubara yang terdapat pada lapisan paling atas, dan merupakan
batubara kelas rendah. Lignit merupakan batubara cokelat yang secara
fisik bersifat lunak karena mengandung 35-75% air di dalamnya. Batubara
jenis ini memiliki sedikit kalori.
2. Bituminus
Adalah batubara yang terdapat di lapisan tengah. Terbentuknya
batubara jenis Bituminus tentu saja lebih lama dibandingkan Lignit.
Bituminus mengandung senyawa Karbon antara 68-86% dengan kadar air
antara 8-10% dari keseluruhan beratnya. Kalori yang terdapat dalam
Bituminus cukup tinggi.
3. Antrasit
Adalah jenis batubara terbaik. Warnanya hitam mengkilat. Antrasit
mengandung kalori tinggi dengan kadar karbon antara 86-98% dan kadar air
kurang dari 8%. Antrasit berada di lapisan paling dalam di perut bumi
dan merupakan batubara kualitas terbaik di dunia.
Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan melalui gambar:
Mendengar penjelasan ini, saya mencoba menganalogikannya dengan
konsep ‘memecah’ ide untuk berkarya komik (karena saya seorang komikus
:p ).
Terkadang saya bertanya-tanya, mengapa komik Dragon Ball bisa begitu sukses di pasar dunia?
Apa yang membuat ‘materi’ itu begitu menarik untuk dibaca?
Selama bertahun-tahun, saya mengulang pertanyaan itu terus menerus di
kepala sambil tidak berhenti melakukan riset atas objek komik itu.
Barulah belakangan ini saya menyadari alasannya. Dan ternyata, kunci
utamanya sangat sederhana.
Akira Toriyama, komikus yang melahirkan Dragon Ball
adalah seorang fisikawan sejati. Itulah hasil riset saya. Akira adalah
apprentice (murid) dari Osamu Tezuka, seorang komikus
legendaris yang melahirkan Astro Boy. Dari tangan Pak Osamu, terciptalah
karakter bocah setengah robot bernama Atom
yang terbit pertamakali di tahun 1951 di Jepang. Kemunculan Atom sebagai
seorang robot melalui komik Astro Boy telah menginspirasi anak-anak di
Jepang untuk bercita-cita menjadi ilmuwan Robotika. Tidak mengherankan
mengapa sekarang begitu banyak Ahli Robotika di negri itu. Inspirasi
tentang robot tersebut kemudian menular kepada komikus muda di masa itu
yang bernama Akira Toriyama. Saat itu, Akira sensei menciptakan sebuah
karya komik hasil dari pengembangan inspirasi ‘manusia robot’ karya
Osamu yang diberi judul ARALE. Seperti halnya Atom, Arale adalah
seorang gadis kecil yang sejatinya adalah robot. Bayangkan, begitu
dahsyatnya pengaruh Osamu hingga akhirnya menginspirasi Akira-sensei
untuk menciptakan karya yang sama.
Tidak berhenti sampai disitu, Akira Toriyama kemudian menciptakan
Dragon Ball. Setelah membaca ulang komik ini dari jilid 1 sampai 42,
barulah saya mengerti betapa jeniusnya Akira Toriyama itu.
Sadarkah kita bahwa setiap musuh Son Go Ku diambil dari penelitian science?
Sadarkah kita bahwa jalan cerita dan karakter-karakter di komik Dragon Ball diambil dari mitos-mitos Jepang?
Sadarkah kita bahwa di dalam komik Dragon Ball hampir semua unsur adalah budaya Jepang?
Tadinya saya juga tidak terlalu memperhatikan, mungkin karena dulu
saya masih terlalu kecil untuk mengerti apa itu ‘riset’ pada sebuah
komik.
Setidaknya, ini adalah fakta yang sejauh ini bisa saya uraikan dari riset tentang Dragon Ball:
1./ Akira Toriyama mempelajari tentang ilmu
astronomi. Dan itulah yang kemudian menginspirasikan dia untuk
menciptakan ide ‘Planet Saiya’ hingga berkembang menjadi cerita
mengalahkan Freeza.
2./ Akira Toriyama adalah seorang fisikawan robot. Dia juga seorang pakar vehicle
(kendaraan dan otomotif). Semua elemen desain kendaraan dan robotnya
adalah hasil risetnya terhadap dunia robotika dan mekanika otomotif.
3./ Akira Toriyama adalah seorang profesor di bidang
Micro-Biologi. Dia menelaah tenang pergerakan energi intra-seluler dan
mempelajari fase metamorfosis untuk mengembangkan karakter Cell dan
bionic Manusia Buatan.
4./ Akira Toriyama adalah seorang pakar budaya timur
serta penganut Budha yang taat. Setiap karakter dan desain visual di
dalam komik ragon Ball diadaptasi dari visual Budaya Asia (Jepang, Cina
Kuno, Indonesia, India) dan dikemas secara lembut ke dalam cerita yang
luar biasa inspiratif.
5./ Akira Toriyama adalah seorang theolog dan
filusuf terapan yang cerdas. Setiap tokoh dan elemen tokoh merupakan
‘ajaran terselubung’ yang jika berasil ditelaah secara mendalam akan
ditemukan betapa dahsyatnya penciptaan-penciptaannya. Saiya Super, Iblis
Bhu, Filosofi Son Go Ku dan Bezita, dan lain-lain, agaknya akan
memerlukan notes khusus untuk mengupasnya.
Kesemua unsur itu kemudian dijahit dengan sangat lembut menjadi
sebuah komik berjudul Dragon Ball, yang kemudian menyebar ke seluruh
dunia dan menjadi bacaan wajib bagi penggemar komik tahun 90-an yang
inspirasinya terus terkenang hingga saat ini.
Mengapa Akira Toriyama bisa menciptakan komik sebegitu dahsyatnya?
Sederhana jawabannya.
Akira sensei telah menemukan “Materi Esensial” dari sebuah objek di alam ini, untuk kemudian disihir menjadi sebuah karya yang inspiratif.
Seperti halnya lapisan batubara, ide itu memiliki ‘kasta’ tersendiri.
Ide yang dangkal, yang dikembangkan tanpa riset itu seperti Lignit.
Gembur dan sedikit kalorinya. Ide yang dangkal, yang dikembangkan
asal-asalan, dan dikaryakan dengan kemampuan asal-asalan tidak akan
menggugah kekaguman orang lain, karena di dalamnya tidak ada ‘kalori’
yang termuat. ‘Kalori’ ini adalah materi esensial dalam berkarya.
Semakin banyak unsur ‘karbon’ untuk menciptakan ‘kalori’, maka semakin
bermutu kualitas batubaranya. Semakin banyak elemen riset yang kita
angkat ke dalam karya kita, maka semakin besar esensi yang tercipta.
Ide yang unik dan special, yang dikembangkan dengan riset itu seperti Antrasit.
Tempat mereka ada di lapisan paling dalam. Tidak bisa asal-asalan untuk
mengambilnya. Itulah ide yang dahsyat, dan itu pula lah riset yang
dahysat. Antrasit laksana sebuah ide yang adanya hanya di bagian paling
dalam di lapisan imajinasi kita. Semakin dekat dengan permukaan
imajinasi, maka semakin rendah output pengembangannya. Semakin dalam
sebuah ide dan riset yang dikembangkan, maka semakin maut karya yang
tercipta.
Antrasit terbentuk lebih lama dibandingkan jenis Lignit dan Subituminus.
Demikian pula untuk sebuah ide dan riset.
“Take your time to research your idea.”
Temukanlah materi esensial dalam berkarya. Materi esensial itu ADA di
setiap objek. Semua bidang ilmu, visual, budaya, filosofi, dan
keagamaan mempunyai materi esensial masin-masing yang bisa dikembangkan
melalui riset untuk menciptakan sebuah karya yang dahsyat. Tidak masalah
jika harus mengambil waktu yang lama untuk meriset, daripada
asal-asalan mengembangkan ide yang pada akhirnya tidak mendalam dan
hanya akan melahirkan karya dengan level ‘biasa’ yang tidak mencuri
perhatian dan kekaguman ‘pembacanya’.
Komikus adalah seorang Engineer Visual Storytelling.
Tugas komikus pada level ‘advance‘ adalah menelaah Materi
Esensial dari sebuah ide cerita untuk kemudian dikembangkan menjadi
sebuah komik yang luar biasa. Riset itu seperti mencari landasan teori
dalam menulis tesis. Riset itu seperti mencari pedoman dalam berkarya.
Riset itu seperti katalis untuk mengembangkan ide sederhana
menjadi karya luar biasa melalui program akselerasi tingkat tinggi.
Riset itu seperti teknik untuk menemukan dan mengurai materi esensial
dalam setiap objek.
——
//
Karya yang dahsyat itu bukan semata pada saat kita melihatnya
saja. Karya yang dahsyat itu justru terasa pada saat kita selesai
melihatnya dan terus terngiang dan menjelma ulang disaat kita sudah
lelap dalam buaian imajinasi subconscious. Itulah karya yang
menginspirasi.
SELAMAT BERKARYA!XGRA AXY!!
{ Sweta/050512 }
-salam majelis 7 -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar