Writed by: swetakartika.wordpress.com
original title: Pahlawan pembela pembenaran
original title: Pahlawan pembela pembenaran
Kasus#01
Seseorang bertanya, “Teman kamu sudah sukses jadi pengusaha, kok kamu belum?”
Lalu ia menjawab, “Ya wajar donk. Dia kan anaknya orang kaya, disekolahkan di luar negri, dapet modal dari orang tuanya pula. Sedangkan saya orang miskin, sekolah di sekitar sini, dan gak punya modal…”
Lalu ia menjawab, “Ya wajar donk. Dia kan anaknya orang kaya, disekolahkan di luar negri, dapet modal dari orang tuanya pula. Sedangkan saya orang miskin, sekolah di sekitar sini, dan gak punya modal…”
Kasus#02
Seorang bertanya, “Sudah dua hari kok progress kerjaan kamu masih segini saja?”
Lalu ia menjawab, “Ya maklum, bro. Gw kan sibuk ini itu, apalagi kemaren ada banyak acara ondangan kawinan, udah gitu sekarang lagi musim ujan dan BBM harganya naik…”
Lalu ia menjawab, “Ya maklum, bro. Gw kan sibuk ini itu, apalagi kemaren ada banyak acara ondangan kawinan, udah gitu sekarang lagi musim ujan dan BBM harganya naik…”
Coba kita pelajari dua jawaban di atas.
Sadarkah kita bahwa selama ini kesuksesan kita terhambat gara-gara kita terlalu banyak membuat alasan?
Seringkali, ketika seseorang ditanya tentang sebab
‘kegagalan’ usahanya, mereka kebanyakan akan mencari alasan-alasan dan
pembenaran-pembenaran untuk menyelamatkan ‘martabatnya’. Seandainya mau
mengkaji lebih lanjut, sebetulnya tidak akan ada hambatan yang berarti
jika kita bekerja keras dan berpikir cerdas dalam menanganinya sebagai
solusi. Lantas, mengapa begitu banyak orang-orang yang tertahan pada
fase hidupnya yang cenderung suram, akan tetapi sulit baginya untuk
keluar dan ‘menang’? Berdasarkan sebuah ceramah singkat Ade Rai, atlet
binaraga Indonesia di event TEDx Jakarta 2010, setidaknya kausalitas
kegagalan seseorang dilatarbelakangi oleh dua permainan;
01/ Blaming Game (Permainan ‘Menyalahkan’)
Mengutip ikhtisar dari Ade Rai, ketika seseorang ditanya, “Kenapa bapak bisa gemuk?”
Lantas si bapak menjawab, “Ya karena di depan rumah saya ada warung soto, warung sate kambing, sama warung nasi goreng special…”
Jawabannya nggak nyambung sekali.
Dari sampel dialog di atas terlihat bahwa si Bapak itu
menjadi gemuk karena banyak warung makanan enak di depan rumahnya,
sehingga ia menjadi banyak makan dan akhirnya menjadi gemuk.
Terlalu banyak orang yang ketika ditanya alasan atas
kegagalannya, ia menjawab dengan “menyalahkan” keadaan. Ia beranggapan
bahwa selama ini usahanya kandas karena keadaan tidak ‘merestui’nya,
lantas ia menyalahkan keadaan, bahkan menyalahkan orang lain. Tidak
pernah jatuh usaha seseorang oleh buruknya situasi, tapi semata-mata
karena dirinya kurang tangguh dalam mempersenjatai usahanya dengan
cerdas menuju kesuksesan. Ketika kita banyak menyalahkan, kita telah
membohongi diri, menutupi kelemahan yang takut kelihatan oleh orang
lain. Logikanya, apa yang mau diperbaiki dalam hidupnya jika ia
terus-terusan menutupi kelemahannya?
Orang yang suka menyalahkan keadaan selamanya akan terjebak pada sebuah stagnant circumtance.
02/ Justifiy Game (Permainan “Pembenaran”)
Pribadi-pribadi yang lemah kerap kali mengandalkan amunisi excuse
konyol untuk menjaga reputasinya. Ia berusaha keras ‘membenarkan’
situasi yang menjadi alasan terbaik atas kegagalannya, sementara ia
sendiri tahu bahwa situasi itu tidak seburuk yang ia kira. Sudah terlalu
banyak orang-orang berdalih mengeluarkan alasan-alasan pembenaran atas
kegagalannya. Ia mencoba menanamkan pengertian kepada khalayak bahwa ia
gagal karena memang keadaan hidupnya yang menuntutnya menjadi gagal.
Jika mau ditelaah lebih lanjut, kita pasti sadar bahwa
seburuk-buruknya keadaan hidup tidak serta merta mempengaruhi kualitas
kegagalan kita. Semuanya tergantung pada usaha yang kita kerjakan.
Banyak pengusaha-pengusaha sukses yang berangkat dari titik paling buruk
di dalam hidupnya, dan mereka selalu berujung pada keberhasilan yang
bersahaja karena telah melalui fase-fase terpahit dalam usahanya, dan
tentu saja tanpa mengeluarkan banyak ‘pembenaran’ atas kegagalannya.
Pada saat yang sama, pecundang sejati akan selalu berkelit membenarkan
keterpurukan keadaan di sekelilingnya sebagai bekal nanti untuk
berpidato disaat ia jatuh dalam kegagalan. Karakter orang seperti ini
tidak akan pernah bisa menularkan inspirasi positif bagi sesamanya.
Berhenti mengeluh. Berhenti menyalahkan keadaan.
Berhenti terlalu banyak beralasan. Mulailah bergerak. Saya teringat
kata-kata sahabat saya bahwa semua amunisi di dalam diri kita sudah
sangat lengkap untuk bekal kita menghadapi kegagalan, tapi ada satu
kunci untuk membuka semua itu. Kunci itu adalah “mental” dan “sikap”.
Orang-orang yang bersembunyi dibalik pembenaran dan dalih alasan belum
mengerti betapa buruknya mental yang ia fatwakan di dalam hatinya.
Mereka terlalu sibuk bersembunyi di balik selimut alasan-alasan untuk
mengamankan posisinya yang sebetulnya belum tentu aman.
Saatnya jujur menilai diri, saatnya sadar memperbaiki
diri. Mulailah bangkit dari kegagalan. Mulailah maju dari posisi
stagnan. Mulailah bergerak dengan sejuta solusi di hati dan pikiran.
“Mengeluh adalah kata-kata lemah, menghancurkan
semangat, menumpulkan kreatifitas, dan merusak kebahagiaan orang-orang
yang mendengar keluhan itu.”
Maka,
“Jika masalah datang, hadapilah dengan solusi, bukan dengan keluhan.”
Think Smart. Work Hard.
-Salam Majelis 7-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar